Pagi itu, Kamis (27/02/2025), suasana ruang pertemuan Hotel Azana Garden Hill terasa berbeda. Sekitar seratus orang dari berbagai lapisan ma...
Pagi itu, Kamis (27/02/2025), suasana ruang pertemuan Hotel Azana Garden Hill terasa berbeda. Sekitar seratus orang dari berbagai lapisan masyarakat dan pemerintahan berkumpul dengan satu tujuan: memperjuangkan nasib para penambang minyak sumur tua di Desa Ledok dan Semanggi, Kecamatan Sambong, Blora. Di antara mereka, terlihat perwakilan pemerintah, manajemen perusahaan minyak, aparat keamanan, serta masyarakat penambang yang datang dengan harapan besar.
Duduk di barisan depan, Daryanto, Ketua Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Tua Ledok (PPMSTL), tampak gelisah. Wajahnya memancarkan ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Sudah bertahun-tahun ia dan rekan-rekannya menggantungkan hidup dari menambang minyak bumi di sumur-sumur tua yang tersebar di kawasan itu. Namun kini, masa depan mereka terancam ketidakpastian. Perizinan yang telah berakhir pada 25 Februari 2025 membuat aktivitas penambangan harus dihentikan sementara, menimbulkan keresahan di kalangan penambang.
Di hadapan peserta audensi, Johan Almutakim, perwakilan manajemen Pertamina EP Cepu, menjelaskan bahwa perpanjangan kontrak penambangan memang bukan proses yang bisa dilakukan dalam sekejap. Ada serangkaian tahapan administrasi yang harus dilalui, mulai dari pengajuan izin ke SKK Migas hingga persetujuan dari Kementerian ESDM. Proses ini, menurutnya, membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Di sisi lain, Giri Mubaskoro, Direktur Utama Badan Pengelola Energi (BPE) Blora, menegaskan bahwa pihaknya sudah mengajukan perizinan ke instansi terkait. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah pusat. Situasi ini menjadi dilema bagi para penambang yang menggantungkan hidupnya dari minyak bumi. Mereka tidak bisa terus menunggu tanpa kepastian.
Kepala Desa Ledok, Sri Lestari, tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Sebagai pemimpin desa, ia merasakan langsung dampak dari terhentinya penambangan. Banyak warganya yang kini kehilangan sumber penghasilan utama. Ia mempertanyakan mengapa proses perpanjangan izin ini tidak disosialisasikan lebih awal, sehingga masyarakat tidak kaget saat aktivitas mereka tiba-tiba dihentikan.
Para penambang yang hadir dalam audensi ini pun menyuarakan kegelisahan mereka. Tanpa kejelasan izin, hasil minyak yang telah mereka kumpulkan hanya bisa menumpuk. Sementara itu, kebutuhan hidup terus berjalan. Mereka berharap pemerintah daerah dan Pertamina segera mengambil langkah konkret agar aktivitas penambangan bisa kembali berlanjut.
Di tengah perdebatan yang berlangsung, Indra Firmanudin dari SUPT HSSE Pertamina EP Blora mencoba menenangkan suasana. Ia memastikan bahwa pihaknya memahami kesulitan yang dihadapi masyarakat dan akan berupaya mempercepat proses administrasi perpanjangan izin. Namun, ia juga mengingatkan bahwa segala sesuatunya harus berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sampai audensi berakhir, belum ada jawaban pasti yang bisa menenangkan hati para penambang. Mereka masih harus menunggu keputusan dari pihak yang berwenang. Namun satu hal yang pasti, perjuangan mereka belum usai. Dengan mata penuh harapan, mereka keluar dari ruang pertemuan, berharap esok membawa kabar baik bagi mereka dan keluarga yang bergantung pada sumur-sumur tua di Ledok dan Semanggi. (SRT)